March
24
2017
     09:46

Ekspedisi Alor-Flores Timur: Menilai Dampak Ekologi Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan

Ekspedisi Alor-Flores Timur: Menilai Dampak Ekologi Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan
Publisher

Alor, Nusa Tenggara Timur  Mulai hari ini (23/3) hingga 5 April 2017, WWF-Indonesia dan Yayasan Reef Check Indonesia mengadakan sebuah ekspedisi laut di kawasan konservasi perairan Alor dan Flores Timur, Nusa Tenggara Timur. Ekspedisi ini bertujuan untuk mengetahui status dan perubahan ekosistem terumbu karang, serta mengevaluasi dampak ekologi dari pengelolaan kedua kawasan konservasi tersebut

Selain WWF-Indonesia, tergabung dalam tim ini adalah para peneliti dari Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Nusa Tenggara Timur, DKP Kabupaten Alor, DKP Kabupaten Flores Timur, Universitas Muhammadyah Kupang, dan University Consortium for Sustainable Fisheries (UNICONSUFISH) Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Kawasan konservasi perairan banyak digunakan sebagai alat pengelolaan wilayah perairan di seluruh dunia, tetapi banyak variasi dalam capaian ekologinya. Pada 16 Juni 2015, Kawasan Konservasi Perairan Daerah (KKPD) Alor seluas 276.693,38 hektar resmi ditetapkan dengan nama Suaka Alam Perairan (SAP) Selat Pantar dan Laut Sekitarnya, melalui KEPMEN KP No.35/2015. Sementara itu, pada Juni 2013, KKPD Flores Timur seluas 150.000 hektar resmi dicadangkan dengan nama SAP Flores Timur, melalui SK Bupati Flores Timur No 4/2013. Kedua kawasan dikenal memiliki kekayaan hayati perikanan yang tinggi dan banyak dimanfaatkan untuk wisata bahari. Hal ini sering kali menarik banyak nelayan dari luar kawasan untuk mengeksploitasi, sehingga tekanan pada sumber daya alam semakin tinggi.

“Menetapkan kawasan konservasi perairan tidak mudah. Lebih sulit lagi adalah memastikan agar upaya pengelolaannya dilakukan dengan benar, sehingga bermanfaat, efektif, dan efisien. Setelah ditetapkan, perlu dipastikan ada langkah-langkah pengelolaan yang efektif, salah satunya adalah melakukan pemantauan berkala untuk mengukur kondisi biofisik, khususnya pada terumbu karang sebagai aset utama alam,“ ungkap Muhammad Erdi Lazuardi, Lesser Sunda Project Leader, WWF-Indonesia. “Ekspedisi ini bertujuan mendapatkan data kondisi tersebut. Kami berharap hasilnya akan membantu memastikan kedua kawasan konservasi perairan dapat bermanfaat secara ekologis, kemudian memberi manfaat ekonomi dan sosial bagi masyarakat,” tambah Erdi.

 

“Dari total sembilan kawasan konservasi perairan yang ada di Provinsi Nusa Tenggara Timur, tiga diantaranya masih berstatus dicadangkan. Tahun ini, Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur menargetkan ditetapkannya dua kawasan konservasi, yaitu SAP Flores Timur dan KKPD Teluk Maumere,” kata Izaak S. Angwarmasse, Kepala Seksi Pengelolaan dan Penataan Ruang Laut, DKP Provinsi Nusa Tenggara Timur. “Hasil evaluasi dampak ekologi dari ekspedisi ini, akan digunakan untuk menyusun program, dan rencana pengelolaan, dan zonasi kawasan,” lanjutnya.

 

Keluaran yang diharapkan dari ekspedisi ini adalah adanya masukan atau rekomendasi untuk mengoptimalkan pengelolaan sumber daya laut secara adaptif, baik di SAP Selat Pantar Alor maupun SAP Flores Timur, berdasarkan penilaian dampak ekologi dari adanya kawasan konservasi perairan. Tim ekspedisi akan melakukan pendataan ekologi di 73 titik – baik di dalam maupun luar kawasan konservasi –  di sekeliling Pulau Alor, Pantar, Lembata, Adonara, Solor, dan sebagian Flores Bagian Timur. Pada pertengahan tahun ini, juga akan dilakukan penelitian mengenai pengaruh dampak ekologi dari pengelolaan kedua kawasan konservasi ini terhadap aspek sosial dan ekonomi masyarakatnya.

Catatan:

 

Halaman   1 2 Show All

Release Terkini

No Release Found

Terpopuler


2024 © Kontan.co.id A subsidiary of KG Media. All Rights Reserved